Bukan Hanya Sekolah, Orangtua Juga Bertanggungjawab Terhadap Pendidikan Anak
Tahun ini gue diangkat lagi sebagai staf kesiswaan di sekolah tempat gue ngajar. Satu sisi gue seneng tapi di sisi lain gue sedih. Kenapa seneng? Karena gue tipe orang yang gak bisa diam dan cepat bosan kalo gak ada kerjaan, jadi dengan aktif di kesiswaan gue jadi ada kerjaan lain yang menuntut gue untuk selalu aktif. Kenapa sedih? Karena terkadang masalah yang terjadi pada siswa yang gue tanganin itu penyebabnya sangat kompleks.
Murid-murid yang sekolah di tempat gue ngajar itu kebanyakan berasal dari kalangan ekonomi menegah bawah. Seperti pada umumnya masyarakat ekonomi bawah lainnya, para orangtua disibukkan untuk mencari rezeki halal, siang dan malam, suami dan istri bekerja semua. Apa salah? Menurut gue kagak meskipun untuk ibu atau istri seharusnya hanya memiliki porsi kerja sedikit saja dan sisanya menjadi ibu rumah tangga dan guru utama bagi perkembangan mental anak. Mengapa demikian? Nah, ini yang terjadi di sekolah tempat gue ngajar. Kebanyakan anak yang nakal, tidak disiplin, sulit untuk dibina, kurang motivasi belajar itu karena kurangnya perhatian dan motivasi dari orangtuanya.
Ini fakta loh ya. Pertama, Ritme hidupnya di rumah kurang lebih: bangun kesiangan karena gak ada yang bangunin sebab orangtuanya sudah berangkat kerja di pagi buta, di sekolah lebih banyak tidur di kelas karena lelah bermain di hari sebelumnya, pulang sekolah main sampai malam, dan di malam hari orangtuanya baru pulang. Ketiadaan sosok orangtua di waktu pagi hingga sore inilah yang membuat si anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain. Sehingga tidak ada waktu lagi untuk belajar. Malam hari? Orangtua sudah lelah, mandi langsung tidur. terus begitu setiap hari. tidak ada yang memberikan perhatian dan motivasi kecuali hanya sedikit. Apakah orangtua tersebut berpikir bahwa tugas mendidik anak adalah tugas sekolah semata? Bisa jadi. Mungkin alasan inilah yang membuat orangtua kurang peduli. Seharusnya orangtua yang menjadi pendidik utama bagi anak, bukan sekolah. Dilihat dari waktu di sekolah, berapa jam anak berada di sekolah dibandingkan ketika berada di rumah? Kedua, masih banyak sekolah yang kurang merangkul orangtua untuk sama-sama memperbaiki kualitas pendidikan anak di sekolah dan juga di rumah. Masih banyaknya orangtua yang belum paham tentang pentingnya peran mereka terhadap pendidikan anak seharusnya bisa di jembatani oleh pihak sekolah. Apalagi masyarakat ekonomi bawah biasanya hanya tuntas pendidikan di sekolah dasar atau sekolah menengah pertama. Ketiga, kurangnya partisipasi dari masyarakat. Contohnya, Pernah ada anak bolos sekolah, setelah dipanggil guru BP si anak menjelaskan dia berangkat dari rumah sudah mengenakan seragam sekolah lengkap dengan tas di punggung. Namun di tengah jalan belok ke jalan lain dan main play station di warung rental. Bagaimana bisa rental PS beroperasi di waktu sekolah dan mengijinkan anak berseragam sekolah main kesana? Disitu kadang saya merasa sedih. Pendidikan anak adalah tanggung jawab semua pihak, termasuk orangtua.
Komentar
Posting Komentar